Jumat, 14 Desember 2012

Titik Kritis Bakso




Mahalnya harga daging sapi membuat kekhawatiran yang memuncak karena bertambahnya kemungkinan pihak-pihak tidak bertanggung jawab untuk mengakali hal ini. Kekhawatiran bertambah karena daging babi seringkali dipakai dan dicampur dalam pembuatan bakso. Yang tentu saja membuat bakso yang diproduksi menjadi haram sifatnya. Bahkan bila daging bakso tersebut berasal dari sapi, harus dipastikan pula penyembelihannya sesuai syariah Islam atau tidak. Bila tidak, statusnya pun menjadi haram. 

Selain titik kritis kehalalan dari sumber daging yang digunakan, ada beberapa titik kritis lainnya yang memungkinkan bakso itu diragukan kehalalannya. Bakso selain dari daging sapi juga ditambahkan tepung tapioka, garam, monosodium glutamate (MSG), sodium tripolyfospat (STTP), dan Titanium dioksida (TIO2). 

Tepung tapioka merupakan tepung yang berasal dari singkong/cassava yang dapat diproduksi baik secara enzimatis, ektraksi ataupun hidrolisis asam. Tetapi tepung tapioka yang biasa beredar dan banyak digunakan di Indonesia diproduksi dengan cara diekstraksi dengan tambahan air, sehingga tidak kritis secara kehalalannya.

Monosodium glutamate (MSG) merupakan garam sodium (natrium) dari asam glutamate. Bahan ini digunakan sebagai penegas rasa. Asam glutamat secara komersial diproduksi melalui proses mikrobial dari bahan-bahan lain sebagai aditif/penolong. Titik kritis MSG terletak pada media mikrobial, yaitu media yang digunakan untuk mengembangbiakkan mikroorganisme yang berfungsi memfermentasi bahan bakunya.  

STTP merupakan emulsifier yang menyatukan antara minyak dan air yang ada dalam baso sehingga bakso menjadi kempal, sedangkan TIO2 digunakan untuk membuat bakso lebih putih (tidak terlalu hitam). STTP dan TIO2 merupakan bahan sintetik kimia dan tent saja dalam penggunaannya dalam makanan harus yang FOOD GRADE. Keduanya yang merupakan sintetik kimia tidak kritis kehalalannya. (nad)